Deaf symbol
Biasanya, ketika kita melihat sebuah kecacatan
fisik pada orang lain yang terlihat secara kasat mata (entah itu buta atau
cacat fisik yang lain) kita akan merasa prihatin, iba, terenyuh dan berbagai
perasaan yang tidak mengenakkan hati atau tidak nyaman. Memang hal semacam itu
sudah menjadi sewajarnya, kecuali bagi orang yang tidak mempunyai hati lagi. J
Namun sikap kita akan berbeda tatkala berjumpa
dengan orang cacat yang tidak kasat mata, yang tidak kita ketahui dalam hal ini
tuna rungu alias budeg/tuli.
Penderita tunarungu kebanyakan mempunyai sifat
negatif yaitu sangat sensitif. Apalagi jika gangguan pendengaran itu terjadi
bukan sejak lahir, alias seiring berjalannya waktu - seperti halnya yang
terjadi pada saya. J
Ini berdasarkan pengalaman pribadi yah, yang
bisa jadi mewakili ribuan penderita tunarungu. Bahwasannya kebanyakan orang
akan memandang sebelah mata terhadap penderita tunarungu. “Bisa apa dia”,
begitu mungkin yang ada di benak kebanyakan orang ketika seorang penderita
tunarungu mencoba mengajukan aplikasi lamaran kerja atau menjalin sebuah
koneksi, bahkan terhadap kawan sendiri. Tidak ada kepercayaan dan pemberian
kesempatan untuk membuktikan kemampuan para penderita tunarungu. Kebanyakan
lebih pada menyepelekan dan menjadikannya sebagai bahan lelucon belaka.
Mereka – para sinisme (maaf saya menggunakan
istilah tersebut untuk orang yang memandang remeh tunarungu) – seberapapun
dekatnya dengan penderita tunarungu (entah bersahabat ataupun bersodara) akan
sangat berkeberatan ketika menyinggung suatu pekerjaan/job. Saya mengerti betul
dilema yang mereka alami. Mungkin mereka berpikir seperti ini, ‘jika saya beri
kesempatan akankah bertahan?’ atau pikiran-pikiran yang lain, yang
ujung-ujungnya keinginan untuk menolak lebih besar.
So, kembali pada judul tulisan ini ”A Public
Job for a Deaf, are there?”. Adakah pekerjaan publik (semisal OB, karyawan,
dll) untuk tunarungu? Jangankan bekerja di public
job, sekedar kesempatan untuk membuktikan bahwa kita mampu saja mungkin
tidak ada, yah. Kalaupun ada mungkin sangat sedikit dan terbatas pada beberapa
orang yang memang sudah teruji kapabilitas dan kemampuannya (who is them?).
Seorang kawan pernah menyarankan untuk membuka
usaha sendiri, dan ini adalah memang kebanyakan apa yang dilakukan para
penderita tunarungu itu. Bukan ide yang jelek, bagus malah. Namun mereka lupa
atau seolah-olah menutup mata, bahwa untuk membuka usaha sendiri pun memerlukan
sebuah jalinan koneksi, interaksi dan ini yang terpenting : kepercayaan atas
kemampuan penderita tunarungu. Lain hal kalau penderita tunarungu mempunyai
kecakapan semisal melukis, atau untuk yang berparas cantik bisa lebih mudah
untuk memaksimalkan kecantikannya. Contoh terkongkrit adalah suksesnya
penderita tunarungu yang menjadi juara pada ajang kontes Runner Up Miss Deaf World 2011, Dian Inggrawati atau puteri Amanda Faishal Bauty yang sukses menjadi model.
Well, seberapapun seorang kawan atau orang
lain mengaku pengertian, ia/mereka sebenarnya tidak mengerti sama sekali.
Ngomong-ngomong, bagaimana dengan kalian? :D
0 komentar:
Post a Comment