Masjid, musholla, surau, maupun Langgar pada masa dulu akan terbayang sebagai sebuah tempat penuh berkah. Sebuah tempat peribadatan dengan nilai keagungan, kesakralan dan religiusitas yang tinggi. Tempat yang sangat dihormati dan bahkan mungkin ada yang dikeramatkan dalam arti positif tentunya. Setiap yang hadir akan berusaha memberi penghormatan yang selayaknya.
Seiring berkembangnya
jaman yang semakin modern, berbagai kemajuan teknologi bermunculan. Dalam tulisan
ini lebih memfokuskan pada teknologi komunikasi bernama ponsel ataupun
handphone atau hape atau apapun namanya itu yang telah mencapai taraf kemajuan yang
sangat super canggih.
Dulu mungkin
ponsel menjadi barang mahal karena hanya segelintir orang yang bias memilikinya.
Namun sekarang, ponsel-ponsel murah sudah banyak bertebaran dengan kualitas
yang bisa dibilang tidak sembarangan karena telah bisa memenuhi kebutuhan akan
sarana komunikasi yang semakin beragam. Setiap orang bias memiliki ponsel,
bahkan termasuk anak-anak.
So, lantas apa
hubungan masjid dengan ponsel pada tulisan ini?
Seolah-olah
tergerus perkembangan teknologi, masjid bukan lagi sebuah tujuan terbaik
[semoga saja tidak]. Kekeramatan, kesakralan dan religiusitas masjid perlahan
berkurang. Nyaris tidak ada lagi kehormatan dan kekhusyukan.
Korelasinya? Karena
ponsel yang kecil dan mudah dibawa kemana-mana dan bahkan ada sebutan popular tidak
bisa hidup tanpa ponsel di tangan, banyak yang datang ke masjid membawa ponsel.
Okelah bisa dimengerti kalau itu musafir, atau orang-orang dengan mobilitas
yang tinggi. Bukan bermaksud sinis atau antipati, tidak. Bukan itu. Namun setidaknya
dan semestinya ada sebuah penghormatan, sebuah kode etik tak tertulis yang
harus tetap dipertahankan. Apa lagi sudah ada tanda peringatan untuk mematikan
ponsel selama di masjid, utamanya ketika Shalat Jumat meskipun berlaku untuk
semua ibadah di masjid.
Anehnya meskipun
sudah puluhan atau bahkan ratusan kali mendengarkan larangan tersebut tetap
masih ada saja yang asyik bermain ponsel, bahkan hampir
setiap minggunya ketika menjalankan solat jumat. Bayangkan saja seorang yang tinggal hanya lima langkah
dari masjid tetap membawa ponsel ketika Shalat Jumat kemudian bermain-main
ponsel klik-klak-klik-klak tanpa menghiraukan Khutbah. Entah itu BBM, skype,
whatsapp, jejaring social, FB-an atau mungkin sekadar SMS, itu benar-benar
tidak etis kalau tidak mau disebut melecehkan dan penistaan terhadap masjid dan
ibadah itu sendiri.
Imam ‘Ali Zain
al Abidin s.a suatu ketika ingin mengerjakan Sholat Dhuhur di siang yang sangat
terik pada musim kemarau terpanas. Beliau berwudhu dalam keadaan sekujur tubuh gemetar.
Selepas berwudhu, seorang sahabat bertanya, “Wahai cucu Rosullulloh, adakah
engkau sedang sakit?”
“Tidak..”, jawab
‘Ali Zain al Abidin
“Apakah engkau
kedinginan sementara hari begitu panas?”
“Tidak”, jawab
beliau lagi
“Lantas kenapa
sekujur tubuh engkau gemetar ketika kuperhatikan engkau sewaktu berwudhu?”
Jawabannya:
"Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri shalat dan kepada
siapa aku bermunajat".
Begitulah sepenggal
kisah sebagai cermin bagaimana kita seharusnya bersikap dalam beribadah.